Wednesday, July 18, 2007

Mati Lampu

Dearest, Girl with Her always Him..
Malam ini mati lampu. Mengingatkanku ketika dulu mengenangmu. Sebuah kenangan menyedihkan yang tak pernah Kau tahu. Takkan pernah. Aku mengenangmu dalam sebuah ruangan gelap, bercahayakan cincin temaram dan dinding-dindingnya lebih kejam dari terali penjara. Menyakitimu dengan memaksamu menanggalkan sepuluh cinderamata. Lalu kau putus asa,mendongak ke atas pada harapan yang terang benderang, cukup untuk menongolkan sepasang sorotan yang penuh kasih. Namun hingga kini, yang ada hanyalah cahaya temaram yang mencincin, menunggumu dengan godaan ketika Kau mendongak.

Masihkah Kau diruangan itu, aku sudah tak begitu tahu untuk saat ini. Namun hal itu bukanlah halangan bagi sebuah kenangan bukan? Bagaimanapun bila mau langkahmu masih bisa diteruskan. Bersabarlah disana untuk siapa saja yang mengenangmu diseluruh dunia. Katakanlah Kau sekarang hanya bisa bergeming. Hal mana menjadikannya hoby baru untukmu secara menyedihkan dengan tiada memberimu pilihan. Atau katakanlah kau mencoba jalan lain dengan menancapkan pancang ke dasar samudramu.. menambang dengan sesisa tenaga.. Apapun itu bila menjadi asamu, mungkin akhir bahagia atau plot yang menampilkan senyumanmu tengah menanti untuk ditelurkan. Semoga..

Monday, July 9, 2007

Puzzle Celana


Seorang peri terbang menari-nari dihadapan seorang bocah yang penuh fantasi. Liar-begitu liar, peri kecil tak pernah tahu apa yang ada di dalam kepala imut itu. Penuh imajinasi. Senyum lebar merekah diwajah yang bayi, tadi malam dongeng ibu memberitahunya hewan apakah gerangan yang kini tengah terbang berputar-putar itu. Kecil, dengan telinga lancip, bersayap kupu-kupu dan teramat riang. Buku yang dibacanya kemarin pun bergambar makhulk kecil, dengan telinga lancip bersayap kupu-kupu dan terlihat senang .Kini di hadapannya berputar-putar seekor makhulk kecil dengan telinga lancip, bersayap kupu-kupu dan terus bergerak lincah dan aktif dan tanpa ekor. Bocah kecil melompat dan mengambil peri yang kini menggelepar dikepalantangannya. Peri malang memohon-mohon kepada bocah dengan tatapannya untuk segera melepaskannya sehingga dia bebas dan terbang menari-nari lagi. Memelas. Baru saja dia keluar dari kurungan yang dijaga oleh berlapis-lapis tipuan dan tidak ada alasan baginya untuk kembali kesana lagi. Atau kesesuatu yang sejenisnya. Dia tidak mau memikirkan apa yang dipikirkan bocah itu, takdir yang menantinya. Mungkin kau pun tidak karena Aku pun tidak. Tapi Aku harus.

Tanpa pikir panjang apalagi memikirkan apa sebenarnya yang dimaksud makhulk itu dengan terus meronta digenggamannya, bocah menaruh jemari tangan kirinya di atas dahinya. Di atas helaian rambut tipis yang hampir-hampir membentuk poni. Dibukanya kepalanya bagaikan kotak penyimpanan dengan garis bukaan terletak ditengah jidat. Tidak ada apa-apa di dalam kotak penyimpanan spesial tersebut. Bola kemerahan yang penuh pembuluh dan kerutan yang seharusnya ada sisitu pun tidak ada, atau belum ada. Kepala bocah telah terbagi dua kini dan ruang kosong di dalamnya benar-benar kosong.

Melongo…, sejenak peri kecil tampak takjub. Oh, Dia tahu kekosongan apa yang ada disana. Oh, Dia tahu apa yang menunggu di sana. Oh, Dia tahu itu kini tengah menunggunya. Gemetar, sejenak rontaan peri kecil bertambah brutal, kemudian dengan nafas tersenggal-senggal Ia menyadari bahwa semua itu tidak berguna. Oh, Dia hanya bisa pasrah. Meronta pelan kepada sedikit harapan yang tiada dipercayainya. Oh, Dia benar-benar tahu apa yang menunggu dikekosongan itu.

Takdir bukanlah sebuah pilihan bila kita benar-benar mengetahuinya. Peri kecil itu selalu berdoa agar pengetahuannya disirnakan. “Pengetahuan adalah kekuatan ,heh, tapi aku ingin bahagia…”. Begitu pikir peri kecil yang mendambakan liberte. Kini tangan kanan bocah yang menggenggam peri kecil itu terangkat, mengarahkan genggamannya ke batok kepalanya yang terbuka. Peri kecil menutup mata. Dari kekosongan yang penuh warna, keluar melalui cairan hitam yang merembes perlahan ke kurungan dengan seribu lapis tipuan, dan kini dia akan kembali kepada kekosongan yang hitam. Bocah menutup kembali kepalanya.

Peri itu kini hidup penuh bertualang. Mengahadapi naga dan bertemu robot bajak laut angkasa yang bersenjatakan pedang senter. Mustahil dia dapat kabur dari pertarungan, walau kadang sangat ingin.
(inspired by : labirin penggorengan/peterpan/celana ??)

Saturday, July 7, 2007

Daun-daun muda



Ketika teratai melambai, daun-daun muda bersemi menampakkan diri. Sapaan mentari yang menyengat mengundang kikik-kikik tertahan. Tidak heran bila sang surya penasaran, sebab semakin sering mereka tampak, tampak pula apa yang dulu tak pernah tampak. Mentari adalah saksi abadi perjalanan bumi jadi percaya sajalah kalau dia bilang ada disana dulu.. Oke.!?! Kini semilir angin tiada membawa dingin (globalwarming) atau mungkin permukaan daun-daun itu semakin tebal saja akhir-akhir ini. Setebal tembok, (tahu maksudnya kan). Entah motif apa yang tergurat oleh urat-urat dikulit dedaunan, setiapnya punya kisah tersendiri. Matahari masih heran. Uler-uler yang lapar memulai langkah kecil-kecil menuju dedaunan. Perlahan tangkai-tangkai bergoyang memberi jalan pada rayapan yang perlahan. Dekat-dekat dan semakin dekat. Uler-uler sudah pasti mendekat, lapar menuntun mereka untuk semakin cepat. Dekat-dekat dan semakin dekat.

Aku yakin pada takdir yang telah ditetapkan. Pada mimpi yang mungkin saja menyata kalau kita terus saja tidur. Aku yakin guratan-guratan yang daun-daun muda tampakkan itu tiada berbicara tentang nasib. Kita atau dirinya sendiri. Satu hal yang agak pastinya uler-uler itu hanya punya satu hal dalam pikiran mereka pastinya. Makan dan terus makan, mereka pikir harus segera kekenyangan sehingga bisa segera berhenti makan sehingga kemudian bisa bertapa setelah segenap nafsu tercurahkan dan kini tiada lagi. Kunyah dan terus mengunyah daun, harus segera kekenyangan kemudian menuju pertapaan dan menjadi kupu yang menawan. Sedot-sedot dan terus menyedot nekhtar.


 

© 2009semanis madu | by TNB